Monday 8 October 2012

Sinopsis May Queen Episode 7


Hong Chul sadar, Hae Joo meminta ayahnya menunggu ia akan memanggilkan dokter. Tapi tangan Hong Chul menahan ia tak ingin putrinya pergi. Ia seolah ingin bicara, Hae Joo mendekatkan telinganya.
Dengan suara yang berat Hong Chul meminta maaf pada putrinya. Hae Joo sedih untuk apa ayahnya minta maaf yang seharusnya minta maaf adalah dirinya. Hong Chul berkata kalau ia ingin merawat Hae Joo dengan baik. Ia ingin Hae Joo memiliki hidup yang bahagia. Hae Joo menangis menitikan air mata dan meminta ayahnya jangan bicara karena itu akan membuat ayahnya lelah.
“Ibumu....” ucap Hong Chul berat. Hae Joo bertanya apa ia harus memanggil ibunya. Hong Chul menggeleng sambil menitikan air mata. “Ibumu..... ibumu... adalah.....”
Disaat bersamaan Geum Hee masuk. Hong Chul melihatnya. Dengan sekuat tenaga Hong Chul mengangkat tangan kiri menunjuk ke arah Geum Hee. Ia seperti akan mengungkapkan sesuatu tapi mulutnya terasa berat dan tak ada suara yang keluar.
Hae Joo menoleh melihat siapa yang datang dan Chun Hong Chul pun menutup mata untuk selama-lamanya. Geum Hee terkejut melihatnya, Hae Joo menoleh ke ayahnya yang sudah terpejam.
“Ayah!” panggil Hae Joo. “Ayah... kenapa kau begini. Tolong buka matamu!” Air mata Hae Joo semakin deras. “Tidak, ayah... ayah... ayah.. Aku disini. Hae Joo disini. Ayah bisakah kau mendengarku? Ayah bangun!” Hae Joo menangis keras kehilangan ayahnya. Geum Hee turut sedih melihatnya.
In Hwa, Chang Hee dan Park Gi Chul yang berdiri di luar ruangan mendengar tangisan Hae Joo. Mereka pun sadar kalau Ayah Hae Joo telah tiada.
Geum Hee keluar ruangan dan menyuruh Chang Hee untuk mencari keluarga Hae Joo. Chang Hee mengerti dan segera pergi. Geum Hee merasa kasihan dengan keluarga Hong Chul, anak-anaknya masih sangat kecil dan istrinya sedang hamil. Ia menyuruh Park Gi Chul untuk menyiapkan pemakaman Hong Chul.
Gi Chul diam saja ia masih merasa bersalah atas meninggalnya Hong Chul. Geum Hee membuyarkan lamunannya, Park Gi Cul tersadar dari lamunannya dan langsung mengerti.
Dengan tangan gemetaran Gi Chul memasang foto Hong Chul di sudut rumah sakit untuk penghormatan terakhir kepada almarhum. Tangannya terus gemetaran ketika mambakar dupa.
Tatapan mata ibu kosong, “Kau selama ini baik-baik saja. Tapi kenapa mendadak, apa ini? Kau bilang kita akan pindah ke tempat lain. Tapi bagaimana bisa kau pergi ke alam lain seorang diri? Seharusnya kita tidak datang ke Ulsan. Kau bilang kau akan mencari uang dan membiarkan aku hidup dalam kemewahan tapi apa ini? Kita bahkan punya banyak anak. Bagaimana mungkin kau... bagaimana kami hidup nanti?”
Air mata ibu menetes, “Kalau aku tahu kau akan pergi seperti ini aku akan bersikap lebih baik padamu. Karena aku merengek terus padanya setiap hari...” Ibu menangis, “Ya Tuhan ayah Sang Tae. Apa yang harus kulakukan pada bayi dalam kandunganku? Apa yang harus kulakukan dengan semua hutang itu?”

Gi Chul ikut menangis mendengarnya. (Penyesalan memang ada ketika semua sudah terjadi ya)
Hae Joo menangis tak henti sambil menyebut ayahnya. Chang Hee dan In Hwa turut sedih dan berduka. Chang Hee duduk di samping Hae Joo, menenangkan, menguatkan dan membiarkan kepala Hae Joo bersandar padanya.
San yang mendengar kabar kalau ayah Hae Joo meninggal langsung datang ke rumah sakit. Ia sedih melihat Hae Joo menangis kehilangan ayahnya. Park Gi Chul berdiri tak jauh dan merasa bersalah.
Park Gi Chul melaporkan kabar meninggalnya Hong Chul pada Presdir Jang. Park Gi Chul menjelaskan kalau ia mendengar Hong Chul kecelakaan tabrak lari dan penjahatnya belum tertangkap (penjahatnya kan Elu. Gi Chul ga bilang ke Presdir kalau ia yang nabrak)

Presdir bertanya apa Gi Chul sudah memberikan uangnya pada Hong Chul. Gi Chul terbata-bata menjawab ya (padahal ga. Kemana uangnya?) Presdir Jang merasa kalau uangnya sudah diberikan berarti tak masalah kalau sekarang Hong Chul meninggal.
Presdir Jang : “Seharusnya orang jahat memang menerima hukuman dari langit. Karena dia berusaha memeras setelah membunuh si bayi. Dia sangat pantas mendapatkannya. Itu adaalah akhir yang pantas pagi seorang penjahat.”
Presdir Jang tertawa, Gi Chul menatap marah karena ucapan itu lebih pantas untuk Presdir Jang sendiri (bahkan untukmu juga)

Presdir berkata kalau semua ini belum selesai. Ia memerintahkan Gi Chul membawa baju kuning itu kembali. “Kita harus menyingirkan potensi masalah, bukankah begitu?” (ia ingin melenyapkan bukti)
Sekertaris Presdir masuk dan melaporkan kalau terjadi masalah. Semalam orang yang mengerjakan pekerjaan perkebunan pir tertangkap basah (yang naroh pestisida beracun) Presdir terkejut, tertangkap basah oleh siapa tanya Presdir. Sekertaris belum bisa memastikannya tapi katanya malam itu ada seorang pria dan wanita yang menggerebek lokasi.

“Jung Woo?” Presdir Jang langsung bisa menebaknya. Ia murka dan melempar semua kertas yang ada di meja kerjanya.
Hae Joo menyebar abu ayahnya di laut Ulsan. Ia menangis mamanggil ayahnya. Ibu terduduk lemas dan menangis. Young Joo dan Sang Tae pun menangis kehilangan ayah mereka. Jung Woo, San dan Chang Hee turut berduka merasakan kesedihan mereka.

Hae Joo mengingat kenangan ketika pertama kali ia datang ke Ulsan bersama ayahnya. Ketika itu ia riang gembira bernyanyi bersama ayahnya. Ia juga teringat ketika kakinya terluka dan ayahnya menggendong, ketika itu ayahnya berharap ingin menggendong Hae Joo sepanjang hidup putrinya.
Terngiang ucapan ayahnya, “Hae Joo, meski dunia ini sangat berat dan sulit, meski ombaknya sangat besar, kalau kau mengingat apa yang kau rasakan saat ini kau akan mampu melewatinya. Kau adalah putriku yang paling aku sukai di dunia ini. Aku tak akan berpisah denganmu sampai aku mati.”

Aku juga, aku akan tinggal bersamamu seumur hidupku.” Ucap Hae Joo ketika bersama ayahnya.
Hae Joo juga mengingat ketika ia menyetir kapal bersama ayahnya, “Kau tahu, apakah kau bisa melihatku atau tidak aku akan selalu berdiri di sampingmu seperti ini dan melihat hidupmu. Apa dia mengendarai kapalnya dengan baik? Apa dia ketakutan karena pernah membuat sebuah kecelakaan? Apa dia merasa kesepian saat menyetir kapal seorang diri? Aku akan selalu memperhatikanmu.”

Ya Hong Chul kan selalu berada di sisi Hae Joo walaupun ia telah tiada, ia akan selalu bersama putrinya menyaksikan putrinya tumbuh dan menjalani kehidupan. Ia akan selalu melihatnya.
Sementara mereka semua berada di tebing laut menyebar abu Hong Chul. Park Gi Chul berada di rumah Hae Joo mencari baju rajutan kuning, ia mencarinya ditiap laci.

Hae Joo dan yang lainnya pulang dengan wajah lesu dan masih tampak sedih.

Gi Chul masih berusaha mencari, ia mencari di baju yang dipakai Hong Chul. Disana ia menjatuhkan sebuah kertas yang bertuliskan nomor rekening si rentenir.

Mereka berempat duduk di depan rumah dengan wajah lemas. Park Gi Chul mendengar suara Hae Joo, ia panik.
Gi Chul memberanikan diri keluar rumah. Sang Tae terkejut melihat ada orang yang keluar dari rumahnya. Ia heran dan bertanya kenapa Gi Chul keluar dari kamar orang tuanya.

Park Gi Chul mencari alasan kalau ia sedang melihat-lihat barang milik ayah Sang Tae. Sang Tae curiga kenapa Gi Chul melakukan itu, “Kau melakukannya di rumah orang tanpa permisi. Kau bukan pencuri kan?”
Hae Joo melarang kakaknya bicara begitu, bagaimanapun juga Park Gi Chul ini yang membawakan foto ayah saat pemakaman tadi.
Ibu membenarkan karena seorang pencuri hanya datang kalau ada sesuatu yang bisa dicuri di sebuah rumah. Ia menyuruh Sang Tae membantunya berdiri ia ingin berbaring di kamar.
Park Gi Chul pamit pergi. Hae Joo memanggilnya dan berterima kasih. Kalau bukan karena bantuan Park Gi Chul, keluarganya tak akan bisa menyiapkan pemakaman dengan baik. “Ayahku juga pasti sangat berterima kasih.”

Mendengar ucapan terima kasih Hae Joo, hati Gi Chul merasa tersiksa. (Hae Joo, andai dirimu tahu kalau dibalik semua ini adalah Park Gi Chul)
Hae Joo membawakan makanan untuk ibunya ke kamar. Tapi ibu tak selera makan. Hae Joo memaksa makanan ini untuk bayi yang ada di kandungan. Ibunya harus makan walaupun sedikit supaya lebih kuat. Hae Joo membantu ibunya bangun. Dengan perasaan sedih ibu memakan makanan yang disiapkan Hae Joo. Di luar Sang Tae memanggil ibunya meminta keluar.
Ibu dan Hae Joo keluar, di luar ada 2 orang pria menunggu (apa ini dari kepolisian ya) ibu langsung bertanya apa 2 orang ini sudah menangkap penjahatnya. polisi menjawab belum. Ibu heran bagaimana mungkin penjahatnya belum tertangkap padahal ini sudah lama.

Polisi bertanya pada Hae Joo, bukankah Hae Joo saksinya. Hae Joo mengiyakan. Polisi kembali bertanya plat nomornya apa Hae Joo sungguh tak melihat plat nomor mobilnya. Hae Joo menunduk menjawab ya karena memang ia tak melihatnya. Polisi berkata sejauh yang ia perhatikan ada goresan tapi bentuknya membelok. Jadi ia berfikir kalau mobilnya berusaha menghindari sesuatu, “Apa kau tak melihat sesuatu?” (jalur mobilnya yang membelok)
“Itu itu...” Hae Joo terbata-bata menjawabnya. Ibu penasaran apa Hae Joo melihat sesuatu. Ia meninggikan suara menyuruh Hae Joo cepat mengatakan kalau ada yang dilihat Hae Joo. Hae Joo mengaku itu semua karena dirinya. Mobil itu berusaha menghindari dirinya.
Ibu jelas marah, ia mengaluarkan semua baju Hae Joo dan mengusirnya.

“Ibu?” ucap Hae Joo merasa bersalah karena dirinya ayahnya terluka dan pergi selamanya.

Ibu marah, “Siapa yang kau panggil ibu?” Ibu memasukan baju Hae Joo ke tas. “Kau yang membuat ayahmu meninggal bagaimana mungkin kau memanggilku ibu? aku menggertakan gigiku dan tubuhku gemetaran. Keluar. Keluar!” Ibu melempar tas Hae Joo.
Hae Joo menangis memohon, tapi ibu sudah terlanjur marah dan mengusir Hae Joo.

“Kakak?” Young Joo menangis melihat Hae Joo dimarahi dan diusir.

Ibu : “Kakak? Kakak apa? Perempuan ini musuhmu. Dia yang membunuh ayahmu!”

Ibu menangis, “Ya ampun ayah Sang Tae apa yang harus kulakukan. Kau selalu peduli pada Hae Joo dan menganakemaskan dia tapi kau pergi gara-gara perempuan ini. Ya ampun betapa aku membenci anak ini. Tak tahu apa yang akan terjadi, aku membesarkannya dengan susah payah tapi perempuan ini malah memakan ayahnya.”
Sang Tae berkata kalau ibunya harus menyumpahi si penjahat yang melakukan tabrak lari kenapa ibu menyalahkan Hae Joo. Ibu meninggikan suara karena menghindari sepeda Hae Joo malah ayah yang tertabrak. Sang Tae kesal dan berkata kalau begitu ibunya harus menghancurkan sepeda itu kenapa berteriak padanya. Ibu kesal dan menyuruh Sang Tae diam.

Ibu kembali menatap Hae Joo dan mengusirnya, ia mengancam kalau Hae Joo tak mau keluar biar ia yang akan keluar. Hae Joo membawa tasnya keluar dari rumah. Ibu berkata mulai saat ini Hae Joo bukan lagi adik perempuan Sang Tae dan juga bukan lagi kakaknya Young Joo. Dia juga bukan bagian dari keluarga. Hae Joo menangis mendengarnya.
Hae Joo tak punya tujuan. Ia tak tahu harus kemana. Ia pergi ke tempat ia menyebar abu ayahnya. Hujan deras pun turun tapi Hae Joo masih berdiri disana seorang diri.

Hae Joo menangis, “Ayah. Aku minta maaf. Karena aku, kalau bukan karena aku, aku sungguh sungguh minta maaf. Tapi ayah, aku diusir. Kata ibu aku bukan lagi bagian keluarganya. Apa yang harus kulakukan?”
Geum Hee berada di ruang rias memandangi foto putrinya, Yoo Jin. In Hwa memanggilnya, cepat-cepat Geum Hee menyimpan foto Yoo Jin. In Hwa tanya apa yang dilakukan ibunya disini. Geum Hee balik bertanya ada apa In Hwa mencarinya. In Hwa memberi tahu kalau Bibi Bong Hee datang.
Di ruang tamu Bong Hee senang bukan main bisa bertemu dengan Il Moon. Ia mengelus wajah, greget dengan wajah tampan Il Moon dan memeluknya. Il Moon jelas risih. Bong Hee memuji kalau Il Moon sangat tinggi.

“Apa ini? Apa sekarang kau sudah punya kumis?” Sahut Bong Hee tertawa, “Hei kalau Bibimu ini keluar denganmu orang akan berfikir kalau kau pacarku.”
Il Moon kesal, “Jangan berkata seperti itu aku ini punya standar tinggi.” sahut Il Moon.

Bong Hee heran kenapa apa yang salah dengan dirinya. Il Moon berkata kalau Bibinya ini seperti pria hahaha. Giliran Bong Hee yang kesal, “Apa? Dasar anak nakal.” Presdir Jang tertawa geli mendengarnya.
In Hwa menyampaikan kalau ibunya tak bisa keluar menemui Bong Hee. Bong Hee heran kenapa. In Hwa tak tahu tapi katanya dia sakit. Bong Hee penasaran dan akan menemui kakaknya tapi Presdir Jang memanggilnya karena ada yang ingin dibicarakan sebentar dengan adik iparnya.
Keduanya bicara di ruang kerja Presdir Jang. Bong Hee heran karena di ruangan itu banyak sekali miniatur kapal bahkan kakak iparnya ini juga punya buku tentang pembangunan kapal.

Presdir Jang ingin tahu apa beberapa hari yang lalu Bong Hee pergi ke pemakaman nasional. Bong Hee membenarkan. Presdir kembali bertanya apa istrinya juga ada disana. Bong Hee memuji tebakan kakak iparnya ini sangat tepat.

Presdir Jang penasaran apa yang terjadi disana karena sejak saat itu kondisi istrinya selalu buruk. Ia penasaran apa yang dikatakan Bong Hee pada istrinya ketika itu. Bong Hee bicara jujur bahwa pada saat itu kakaknya bertemu dengan Jung Woo. Presdir Jang mengerti ternyata itu sebabnya istrinya jadi seperti ini.
Keesokan harinya. San dan Chang Hee berlarian menuju bukit karang tempat mereka menabur abu ayah Hae Joo. keduanya menemukan Hae Joo tergeletak tak sadarkan diri karena kedinginan akibat hujan semalam.
Park Gi Chul datang ke rumah Hae Joo. Disana ibu tengah merapikan pakaian suaminya. Sang Tae heran kenapa Gi Chul datang. Gi Chul tak menjawab ia malah balik bertanya apa yang keluarga ini lakukan. Sang Tae berkata apa Gi Chul tak lihat kalau mereka sedang membereskan pakaian ayahnya.

Park Gi chul menanyakan perihal baju kuning itu pada ibu. belum sempat ibu menjawab tiba-tiba terdengar suara panggilan Chang Hee, “Ayah?”
Chang Hee menggendong Hae Joo sedangkan San membawakan tas. Ibu dengan santai bertanya kenapa Chang Hee membawa perempuan itu. Chang Hee mengatakan kalau Hae Joo sakit parah.

Ibu tak peduli dan berkata kalau Hae Joo sudah tak ada lagi hubungan dengan keluarganya. Chang Hee dan San jelas terkejut dengan sikap ibu.
San heran dengan sikap Ibu. Ia memberi tahu kalau Hae Joo kehujanan semalaman dan sekarang demamnya tinggi. Bahkan anjing yang mati karena sakit tidak akan diperlakukan seburuk Ibu memperlakukan Hae Joo.

Ibu tetap tak pedulu, “Kau pikir kau siapa ikut campur urusan keluarga orang?”

Chang Hee menyahut ini karena ibu lebih buruk daripada orang asing makanya ia dan San berkata seperti ini. Ibu marah mendengarnya, ia berdiri. San kesal dan menyarankan Chang Hee labih baik membawa Hae Joo ke rumahnya dan melaporkan Ibu ini ke kantor polisi dengan tuduhan penyiksaan anak.
Ibu jelas tak ingin berurusan dengan polisi. Hae Joo terbangun dan meminta Chang Hee menurunkannya tapi Chang Hee khawatir dengan kondisi tubuh Hae Joo. Hae Joo memaksa turun. Chang Hee pun menurunkannya, San membantunya.
Hae Joo berdiri sempoyongan dan mengaku salah pada ibunya, “Ibu tolong jangan mengusirku. Ibu, aku ingin tinggal bersamamu. Aku akan bersikap baik. Tolong jangan usir aku keluar.”

Dan bruk, Hae Joo kembali tak sadarkan diri. Melihat itu ibu menyuruh San dan Chang Hee agar membaringkan Hae Joo di kamar Sang Tae.
Chang Hee dengan sigap langsung menyelimuti Hae Joo. San kesal dengan sikap Sang Tae bukankah Sang Tae ini kakaknya Hae Joo kenapa diam saja melihat Hae Joo diusir. Sang Tae bilang maka dari itu ia mengatakannya pada San dan Chang hee (hmm jadi San dan Chang Hee mengira-ngira Hae Joo ada di tebing laut dari Sang Tae)

San makin kesal maksudnya ia bilang apa yang Sang Tae lakukan saat Hae Joo basah kuyup karena kehujanan sepanjang malam. Memangnya ia dan Chang Hee yang kakaknya Hae Joo. Sang Tae berkata kalau kedua temannya ini tak mengenal ibunya kalau ibunya sudah mengamuk sungguh menyeramkan. San kesal setengah mati dengan sikap pengecut Sang Tae yang tak bisa melindungi adiknya.
Chang Hee memberi tahu kalau suhu badan Hae Joo sangat tinggi. Ia tak yakin apa Hae Joo akan baik-baik saja kalau mereka tak membawanya ke rumah sakit.

San heran kenapa dari tadi Chang Hee menyentuh wajah Hae Joo (cembokur haha) ia menyuruh Chang Hee minggir dan memegang dahi Hae Joo.
Chang Hee pergi dari kediaman Hae Joo bersama ayahnya. Gi Chul bertanya kenapa putranya datang ke rumah ini. Chang Hee heran apa maksud pertanyaan ayahnya ini bukankah ayahnya sudah melihat keadaan Hae Joo.
Gi Chul mengerti tapi putranya perlu belajar. Ia berpesan mulai sekarang Chang Hee jangan lagi datang ke rumah Hae Joo. Chang Hee makin tak mengerti bukankah ayah Hae Joo ini senior ayahnya. Dia sudah meninggal dan keluarganya dalam situasi seperti ini bagaimana mungkin ia hanya melihat saja.

Gi Chul meninggikan suaranya dan berkata kalau ia yang akan mengatasinya jadi Chang Hee urus saja pelajaran di sekolah. Gi Chul segera berlalu, Chang Hee dengan tatapan bingung mengikuti ayahnya.
Malamnya, Hae Joo masih belum sehat. Keringat dinginnya keluar. Ia basah kuyup karena keringat. Tiba-tiba ada tangan yang menyentuh dahinya. Perlahan Hae Joo membuka mata dan samar-samar melihat ayah duduk di sebelahnya. “Ayah?” sebut Hae Joo lirih dengan mata setengah terbuka.
Hong Chul bertanya apa putrinya kesakitan, ia menyuruh putrinya bangun. “Meskipun ayahmu tak ada disini kau harus tetap kuat. Kau kalihatan paling cantik ketika kau berlarian kesana kemari dengan penuh semangat. Kalau kau berlarian kesana kemari, tersenyum, semua yang ada di sekitarmu menjadi begitu cerah dan ceria.”

Dengan suara lemah Hae Joo menyangkal perkataaan ayahnya, “Itu tidak benar. ibu membenciku.”

Kini Hong Chul yang menyangkal pendapat putrinya, “Itu tak benar ibumu meskipun dia berbicara kasar tapi dia sangat mempedulikanmu. Lihatlah dia bahkan membuatkan bubur untukmu. Jadi cepatlah sembuh.”
Hae Joo membuka mata lebar dan bangun. Disana Hong Chul sudah tak ada. Hae Joo menoleh ke samping dan disana sudah ada meja kecil dengan semangkuk bubur. Ia menangis terharu karena ibu ternyata masih peduli terhadapnya.

Walaupun sikap ibunya begitu buruk tapi di dalam hati dia tetaplah seorang ibu yang memiliki hati welas asih terhadap anak-anaknya. Ia pun segera memakan bubur yang sudah disiapkan ibunya.

Hae Joo menangis ketika memakan buburnya, “Ayah rasanya sangat enak.”
Malam semakin larut. Ibu merasakan sakit di perutnya. Ia membangunkan Sang Tae dan Young Joo yang tidur di sebelahnya. Young Joo langsung bangun dan bertanya kenapa dengan ibunya. Dengan nafas tersengal menahan sakit ibu menyuruh Young Joo menyalakan lampu. Young Joo menurut dan segera menyalakannya.

Young Joo cemas apa ibunya sakit. Ibu bilang kalau bayinya akan segera keluar ia menyuruh Young Joo membangunkan Sang Tae. Young Joo mengguncang tubuh kakaknya menyuruh bangun. Sang Tae malas bangun karena ia sedang mimpi makan ayam bakar. Young Joo berkata kalau ibu bilang bayinya akan keluar.
Sang Tae kaget dan langsung terbangun tapi ia tak tahu harus berbuat apa. Young Joo keluar kamar menuju kamar sebelah dimana Hae Joo istirahat. Ibu menyuruh Sang Tae keluar mencari bantuan, “Kau tahu rumah di turunan bukit yang berpagar biru? Pergi kesana dan bawa nenek kemari.” Sang Tae mengerti ia pun segera ke sana.

Hae Joo keluar kamar memanggil kakaknya dan bertanya mau kemana. Sang Tae memberi tahu kalau ia akan memanggil nenek untuk membantu persalinan ibu, lebih baik Hae Joo menjaga ibu saja. Sang Tae lari cepat.
Hae Joo dan Young Joo ke kamar ibunya. Hae Joo cemas, apa ibunya tak apa-apa. Ibu sudah berkeringat banyak menahan sakit dengan nafas terengah-engah. Ibu menyuruh Hae Joo cepat memasak air. Hae Joo mengerti ia pun segera melakukannya.
Hae Joo dan Young Joo berada di dapur memasak air. Hae Joo cemas kenapa kakaknya belum kembali juga. Young Joo tak mengerti ia tak tahu apa yang harus dilakukannya. Hae Joo menyuruh adiknya lebih baik ke kamar Sang Tae dan tidur disana.
Sang Tae sampai di depan rumah si nenek tapi di depan rumah ada anjing galak yang menggonggong keras. Sang Tae tak berani lewat ia kesal dengan orang-orang, bukankah ada anjing yang menggonggong. Kalau seperti ini seharusnya ada orang yang datang dan melihat. Apa mereka semua tuli. Sang Tae kesal dan melempar si anjing dengan batu. Si anjing makin menggonggong membuat Sang Tae ketakutan.
Ibu sudah tak tahan lagi, Hae Joo masuk ke kamar dan cemas melihatnya. Ia berkata kalau sepertinya telah terjadi sesuatu pada kakaknya kerena sampai sekarang belum kembali. Ia akan segera mencari kakaknya jadi ia berharap ibunya menunggu sebentar.

Hae Joo akan pergi tapi ibu menahan tangannya. Hae Joo melihat dan berkata kalau ia melihat kepala si bayi. Hae Joo mengerti ia akan disini menemani ibunya. Ibu menggenggam erat tangan Hae Joo.
Hae Joo memberi instruksi agar ibunya terus mendorong sekuat tenaga.
Dan sang bayi pun lahir, tangis kerasnya memecah keheningan malam. Hae Joo menggendongnya dan berkata kalau ia memiliki adik perempuan lagi. Dia cantik sekali. Lihat dia seperti malaikat.
Ibu menangis terharu. Hae Joo meminta ibunya jangan menangis dan mengganggap bayi ini sebagai pengganti ayah. Kita sekarang memiliki anggota baru dalam keluarga. Sebelumnya ayah pernah berkata berbagi duka, kesedihan, dan kepalaran adalah hal yang harus kita lakukan bersama. Ia akan membesarkan bayi ini dengan baik sebagai pengganti ayah. Jadi, ia minta ibunya jangan bersedih. Keduanya menangis menitikan air mata.
Di perusahaan Chun Ji tengah diadakan rapat. Salah satu peserta rapat menyampaikan kalau saat ini pembelian perkebunan pir sudah mereka lakukan sekitar 60% karena 20% dibeli oleh Presdir Kang Dae Pyung dari perusahaan galangan kapal Hae Poong dan sisanya 20% pemilik perkebunan belum menjualnya.
Presdir Jang bertanya apa rencana pegawainya terhadap desa ilegal itu. Pegawai berkata kalau untuk saat ini yang mereka beli adalah tanah milik negara yang ditinggali mereka saat ini, ia berencana untuk mengirimkan pemberitahuan dan meminta mereka secara suka rela menghancurkan tempat itu.

Presdir kesal dengan cara seperti itu kapan bisa meratakan desa itu lebih baik memanggil perusahaan jasa (maksudnya menggunakan jasa preman untuk memaksa orang-orang agar pindah yaitu dengan cara kekerasan)

Pegawai Presdir tak setuju karena itu bisa menimbulkan masalah hukum. Presdir Jang jelas tak ingin dibantah ia murka dan melempar asbak ke arah pegawainya. semua diam takut.
Presdir membentak, apa masalah ini bisa diselesaikan dengan hukum. Karena ketika pegawainya mengirimkan pemberitahuan pada mereka, mereka akan tetap bertahan disana selama berbulan-bulan. Maka dari itu sebelum ia melihat itu terkadi segera ratakan lahan itu.

Presdir dan beberapa direktur keluar dari ruangan usai rapat. Di luar ruangan Park Gi Chul menunggu.
Gi Chul menyampaikan perihal baju kuning yang tengah dicari. Ia ragu untuk mengatakannya, Presdir Jang menyuruh cepat mengatakan karena ia sibuk. Gi Chul memberi tahu kalau baju kuning itu hilang. Ia menebak kalau Hong Chul kemungkinan sudah membuangnya setelah menerima uang atau kemungkinan istri Hong Chul yang membuangnya saat membereskan baju-baju Hong Chul.

Presdir Jang bertanya apa Gi Chul yakin tentang itu. Gi Chul mengiyakan. Presdir berkata tak masalah kalau baju itu sudah tak ada. Presdir akan berlalu tapi ia mengingatkan Gi Chul karena mulai saat ini Gi Chul bergabung dengan tim penghancuran. Gi Chul tak mengerti, Presdir Jang berpesan untuk kali ini ia ingin Gi Chul melakukan tugas dengan benar karena mulai sekarang ini adalah perang.
San menemui kakek di pabrik galangan kapal. Kakek bertanya apa yang cucunya lakukan disini. San memberi tahu kalau sekarang liburan musim panas. Kakek mengingatkan kalau San mau menguasai pengelasan maka San harus belajar tentang pengecatan. San mengerti ia akan melakukannya jadi ia harap kakek mau memberinya uang. Kakek heran apa San sudah menghabiskan uang saku yang ia berikan. Ia bertanya berapa yang San butuhkan.
San meminta 100 juta won. Kakek jelas terkejut, “Anak ini apa karena hari ini terlalu panas maka kau terkena serangan matahari?” San menyampaikan bukan itu alasannya ia memberi tahu kalau ayah temannya baru saja meninggal. Kakek tertawa ia mengerti maksud cucunya.
Tiba-tiba sekertaris pribadi kakek datang memberi tahu kalau ada masalah besar di kantor.
Di kantor Hae Poong terjadi kekacauan. Semua dokumen disita oleh pihak kejaksaan. Kakek sampai di kantor dan membentak ada apa ini dan mengumpat. Salah satu jaksa menunjukan surat perintah memberi tahu kalau mereka dari kantor kejaksaan Ulsan bagian kriminal. Mereka menerima informasi mengenari perusahaan Hae Poong terkait manipulasi saham, penghindaran pembayaran dan penggelapan pajak. (banyak banget tuntutannya)

Kekek jelas terkejut dengan omong kosong ini, ia merebut paksa surat perintah dan membacanya langsung. Ia murka dan segera ke ruangannya. San cemas dan bertanya pada sekertaris apa yang terjadi kenapa ini terjadi pada kakeknya. Sekertaris tak tahu apa yang terjadi ia hanya menggeleng tak mengerti.
Di ruangan kakek sudah ada beberapa orang dari kejaksaan membawa dokumen-dokumen dari ruangannya. Ia mengumpat marah, apa yang sudah mereka lakukan. si jaksa balik bertanya apa kakek tak melihat surat perintahnya ia meminta kakek memberi mereka jalan. Kakek terus mengumpat marah dan meminta mereka meletakkan kembali barang-barangnya. Ia mengancam akan menghubungi kepala kejaksaan dan ia meyakinkan kalau mereka semua pasti dipecat.
Jaksa mengingatkan kalau kakek terus bersikap seperti ini tuntutan mengenai menghalangi penindakan hukum akan ditambahkan. Jaksa menahan tubuh kakek dan menyuruh anak buahnya segera membawa berkas yang sudah mereka sita. Kakek berteriak marah.
Kakek ke ruangannya disana sudah ada Presdir Jang yang tengah memegang plat nama kakek. Ia meletakkannya sembarangan bercampur dengan barang-barang yang kemungkinan akan dibuang. Kakek sudah menduganya teryata dibalik semua ini adalah Presdir Jang.

Presdir Jang mengingatkan bukankah ia sudah memberi kakek nasehat, “Karena anda sudah tua aku meminta anda untuk tak berfikir tentang melawanku dan segeralah istirahat dan mengawasi cucu anda tumbuh dewasa.”

Kakek geram, “Menyerangku dari belakang tanpa pernyataan perang?”
Presdir Jang menyangkal dan mengatakan kalau kakek-lah yang menyerangnya lebih dulu, “Anda mengajukan permintaan pernyataan pers pada semua media atas tuduhan palsu tentang kami yang menaruh racun pada perkebunan pir. Tapi tak satu katapun berita yang keluar mengenai itu kan?”

Presdir Jang berkata kakek seharusnya menyadari kalau sekarang kondisinya sudah berat sebelah.

(hm jadi bukan hanya kejaksanaan aja ternyata media juga sudah dikuasai Presdir Jang nih)
Kakek mencibir meminta Presdir Jang berhenti bicara omong kosong. Ia mengingatkan kalau berbisnis seperti ini Presdir Jang pasti akan dihukum di akherat nanti. Presdir Jang tak mempedulikan pesan kakek dan berkata kalau sekarang belum terlambat Perkebunan pir itu lebih baik kakek serahkan padanya.

Kakek jelas tak mau, walaupun Presdir Jang menusuknya dari belakang jangan pernah menganggap kalau Presdir Jang sudah memenangkan peperangan ini. Ia mengingatkan kalau presdir Jang sudah memprovokasi orang yang salah.

Kakek mengibaratkan kalau Presdir Jang ini sedang menarik kumis seekor harimau. Presdir Jang berkata kalau kakek terus-menerus seperti itu sampai akhir harimau yang diibaratkan kakek mungkin akan berakhir dengan dikuliti. Kakek menahan marah. Presdir Jang mohon diri.
Di luar ruangan ia berpapasan dengan San yang mendengar percakan mereka. Presdir tersenyum menatap San dan berbasa-basi bertanya apa San sedang liburan musim panas katanya sambil mengelus pipi San. Tentu saja ini sebuah elusan remehan, “Kau jalani hidupmu dengan baik.” Kata Presdir Jang sambil tertawa. San menatap tajam Presdir Jang yang berlalu dari hadapannya.
Chang Hee mengunjungi Hae Joo. Ia senang mendengar kalau ibu sudah melahirkan seorang bayi perempuan. Hae Joo berkata kalau ia membantu ibunya melahirkan dan memuji adik kecilnya ini sangat cantik. Hae Joo ingin sekali memperlihatkan adiknya pada Chang Hee tapi tidak bisa sekarang karena terlalu dini bagi adik bayi untuk berhubungan langsung dengan udara luar.
Chang Hee mengerti, kalau ia tahu hal ini ia akan membawakan rumput laut untuk ibu Hae Joo (Chang Hee ternyata tahu ya makanan ibu-ibu setelah melahirkan haha)

Chang Hee membawakan sekantong plastik beras untuk Hae Joo. Ia mengatakan kalau ia sengaja membeli beras. Ia berfikir sesuatu terjadi pada Hae Joo karena ia belum melihat Hae Joo beberapa hari ini. Hae Joo senang menerimanya, ini suatu kebetulan karena ia pun sudah kehabisan beras dan berterima kasih pada Chang Hee.
Sang Tae datang terpogoh-pogoh hingga jatuh tergelincir. Ia memberi tahu Hae Joo kalau mereka sekarang dalam masalah. Chang Hee tanya ada apa. Sang Tae memberi tahu kalau desa ini akan segera diratakan (digusur)
Peralatan berat sudah disiapkan untuk meratakan rumah tapi warga desa dipimpin oleh Jung Woo menghalangi mereka. Hae Joo, Sang Tae dan Chang Hee sampai di tempat disana juga ada Bong Heee. Petugas mengingatkan kalau warga masih tetap berada disini mereka akan terluka.
Jung Woo maju sebagai perwakilan dari warga dan bertanya apa yang akan mereka lakukan. Petugas penggusur rumah mengatakan kalau satu jam mulai dari sekarang mereka akan meratakan desa ini. Jadi semua orang yang tinggal disini harus membereskan barang dan segera pindah.

Jung Woo menyebutkan isi peraturan sipil bab 245 bahwa orang yang memiliki properti selama 20 tahun kepemilikan mereka akan dianggap sah.

Kemudian ia menyampaikan bab 209, melawan tindakan tidak adil pengambilan hal milik properti dari pemilik......

Belum sempat Jung Woo menyampaikan secara lengkap mereka menyela kalau apa yang diutarakan Jung Woo barusan hanya omong kosong.

Jung Woo membentak kalau tindakan penggusuran ini merupakan pelanggaran hukum.

(Desanya kan ilegal jadi menurut hukum akan sah menjadi milik warga kalau warga sudah menempati selama 20 tahun. Hmm Jung Woo paham betul tentang hukum dikemudian hari dia menjadi jaksa)
Penggusur mengingatkan apa Jung Woo tak mendengar perkataannya. Ia memerintahkan anak buahnya untuk segera merubuhkan semua rumah yang ada disana. Ternyata diantara para penggusur itu ada Park Gi Chul.
Alat berat bulldozer dikerahkan siap menggusur. Warga panik. Jung Woo maju berusaha menghalangi lajunya. Ia tiduran di jalan menghalangi laju alat berat. Jung Woo berteriak “Kalau kau mau mendorong kami, kau harus membunuh kami lebih dulu.”

Melihat itu Bong Hee mengikuti apa yang Jung Woo lakukan. Ia berbaring di sebelah Jung Woo menghalangi orang-orang yang akan menggusur rumah warga. Hae Joo pun ikut berbaring di sebelah Jung Woo.

Sikap ketiganya membuat para penggusur marah. Apa ketiganya pikir mereka sedang bercanda. Ia memerintahkan anak buahnya untuk menyingkirkan ketiga orang yang menghalangi.
Ketiganya pun dipegangi. Terjadi keributan, warga jelas melawan. Jung Woo dipukuli.

Bong Hee meronta, “Paman kau barusan menyentuh apa? Ini pelecehan seksual namanya.” sahut Bong Hee.

Hae Joo berusaha melepaskan diri ia menggigit tangan petugas. Chang Hee menolong Hae Joo.
Gi Chul melihat disana ada putranya. Ia pun maju dan mengambil palu besar yang akan digunakan untuk merobohkan bangunan. Park Gi Chul berteriak marah meminta semuanya minggir kalau tidak ia akan membunuh semua warga.
Gi Chul berteriak dan memukul tembok hingga rubuh. Chang Hee menahan tubuh ayahnya. Gi Chul berhenti ia manangis kemudian melepaskan palu pemukulnya.
Park Gi Chul dan Chang Hee bicara berdua. Chang Hee bertanya bagaimana bisa ayahnya melakukan hal ini bukankah ayahnya mengenal orang-orang yang tinggal disini. Apalagi keluarga Hae Joo, bukankah mereka adalah keluarga senior ayahnya. Ditambah lagi belum lama ini ayah hae Joo meninggal, bagaimana mungkin ayahnya melakukan ini. Hae Joo tak sengaja mendengar percakapan ini. Ia pun sembunyi agar tak terlihat oleh keduanya.
Park Gi Chul mengingatkan putranya bahwa ini bukanlah masalah yang bisa Chang Hee ikut campur. Chang Hee menyela ucapan ayahnya ia mengatakan kalau ini masalah Hae Joo tentu saja ia harus ikut campur. Park Gi Chul membentak apa artinya Hae Joo bagi putranya.

Chang Hee terkejut mendengar kemarahan ayahnya. Park Gi Chul meminta putranya mendengarkan baik-baik apa yang akan ia sampaikan. “Mulai saat ini kau tak punya urusan untuk bertemu dengan Hae Joo. Jangan temui dia lagi. Kau memiliki jalan yang berbeda yang harus kau lalui.”
Chang Hee bingung jadi maksud ayahnya apa ia harus berpura-pura tak mengetahui masalah Hae Joo. Park Gi Chul bertanya kalau putranya tidak pura-pura memangnya apa yang bisa Chang Hee lakukan untuk Hae Joo. Apa Chang Hee akan membelikan rumah sebagai ungkapan rasa kasihan. “Chang Hee dengarkan baik-baik perkataan ayahmu. Mulai sekarang kau tak boleh menemui anak itu lagi. Tak boleh!”
Tapi Chang Hee menolak dengan tegas ia tak mau. Park Gi Chul marah dan menampar putranya. Hae Joo terkejut melihatnya. Park Gi Chul mengingatkan kalau ia bilang dengarkan maka Chang Hee harus mendengarkannya.

Hae Joo sedih melihat pertengkaran ayah dan anak ini. Ia sedih Chang Hee bersitegang dengan ayahnya hanya karena membela dirinya.
Presdir Jang memberi tanda pada peta lokasi pertambangan. Bong Hee memaksa masuk ke ruangannya menatap marah. Sekertaris Presdir mengatakan kalau orang ini (Bong Hee) memaksa masuk. Presdir Jang bilang tak apa-apa dan menyuruh sekertarisnya keluar saja.

Presdir Jang bersikap manis dan bertanya apa yang terjadi. Bong Hee malah balik bertanya apa semua itu perbuatan kakak iparnya. Presdir Jang pura-pura tak mengerti, bicara apa? Kenapa tiba-tiba bertanya seperti itu.

Bong Hee : “Menyiram racun pada perkebunan pir dan meratakan desa dengan bulldozer, apa kau yang memerintahkannya?”
Presdir Jang berkata kalau Bong Hee sepertinya sudah salah paham. Bong Hee menyela dan berkata Presdir Jang jangan coba-coba mengarang sesuatu karena ia sendiri sudah mengkonfirmasi masalah ini. Ia melihat sendiri Park Gi Chul ada di lokasi. Ia juga membaca artikel koran yang menyebutkan Presdir Jang berniat membangun galangan kapal.

Presdir Jang menunjukan peta lahan dan bertanya apa adik iparnya mengerti arti semua ini. Bong Hee jelas tahu kalau itu adalah peta dari area pertambangan dan batasnya. Presdir Jang membenarkan dan memberi tahu kalau ia akan menambang minyak dari sana.

Bong Hee menilai kakak iparnya ini sudah gila karena di negara ini mana ada minyak yang bisa digali (tak ada tambang minyak) tapi Presdir Jang meyakini kalau itu pasti ada. Karena Hak Soo sendiri sangat meyakini kalau di lokasi itu ada minyak yang bisa digali.
Bong Hee meninggikan suara meminta Presdir Jang jangan merubah topik pembicaraa, apa hubungannya antara penambangan minyak dengan lahan galangan kapal. “Jadi apa kau bahkan mencoba menginjak perkebunan pir yang diserahkan oleh almarhum kakak iparku?”

Presdir Jang bertanya kira-kira Bong Hee akan menggunakan apa untuk mengebor minyaknya, apa menggunakan kepalan tangan. “Aku ingin membangun kapal yang juga bisa melakukan eksplorasi dengan pengeboran. Aku ingin membuat kapal pengeboran, apa kau mengerti?”

Bong Hee merasa kalau Presdir Jang sudah gila. Tapi Presdir Jang tak peduli meskipun Bong Hee mengatakan kalau dirinya gila, “Kapal pengeboran yang bisa memompa minyak dari laut. Itu mimpiku.”

Bong Hee berkata meskipun begitu Presdir Jang tetap tak boleh melakukannya dengan cara mengambil lahan dan tempat tinggal orang. “Orang-orang yang kau jerumuskan sampai mati itu juga mempunyai mimpi. Meskipun mereka itu orang-orang biasa. Mereka juga memiliki alasan untuk hidup.” Kakak iparnya yang sudah meninggal juga tak akan mewujudkan mimpi dengan cara seperti itu. Ia dan Jung Woo pun tak bisa menyetujui hal ini.

(Hmm inilah ambisi Presdir Jang Do Hyun memiliki sebuah kapal yang bisa digunakan untuk menggali minyak. Apakah hasil temuan Hak Soo 11 tahun lalu sudah diketahui Presdir Jang, apakah Hak Soo menemukan lokasi tambang minyak yang bisa digali dan Presdir Jang memang berniat memiliki itu dari awal. Jerih payah Hak Soo diambil Presdir Jang nih)
Jung Woo menemui Geum Hee di rumah. Ia menyampaikan kalau Presdir Jang sudah berbuat sesuatu yang buruk pada perkebunan pir dan desa. Tapi Geum Hee tak percaya, tidak mungkin suaminya berbuat seperti itu.

Jung Woo bertanya kenapa Geum Gee begitu percaya pada Presdir Jang. Kepercayaan itu apa Guem Hee juga memiliki kepercayaan seperti itu terhadap kakaknya, Hak Soo. Geum Hee diam.
Jung Woo berkata kalau Geum Hee masih memiliki sedikit hati nurani, kalau Geum Hee pernah mencintai kakaknya dulu, kalau Geum Hee sangat berduka atas meninggalnya Yoo Jin. Maka jangan lakukan hal ini. Kemudian Jung Woo meninggikan suaranya, Apa Geum Hee tak malu bertemu dengan kakaknya yang sudah meninggal.
Hae Joo memasak sup rumput laut untuk ibunya. Ia meminta ibunya makan walaupun itu hanya sedikit. Kalau ibunya ingin memberi makan si adik bayi maka ibunya harus memakan semua makanannya.
Ibu bertanya dari mana Hae Joo mendapatkan rumput lautnya. Hae Joo berkata kalau ia menjual baju yang diberikan oleh ibunya In Hwa. Ia meminta ibunya tak perlu khawatir tentang makanan, ia akan bekerja di bengkel reparasi tempat ayahnya bekerja dulu. Ia sudah belajar banyak dari ayahnya jadi ia tahu sedikit tentang mereparasi mesin.
Ibu berkata kalau ia mendengar desa akan segera digusur, kalau seperti itu apa bengkelnya akan tetap berdiri disana. Bukankah semuanya juga akan musnah.
Hae Joo berkata kalau begitu ia akan menjual ikan disuatu tempat. Kalau itu juga tidak bisa ia akan bekerja sebagai pembantu rumah tangga jadi ia berharap ibunya tak perlu khawatir dan makan saja yang banyak.
Ibu terharu mendengarnya dan memakan sup rumput laut buatan Hae Joo. Tangannya gemetaran ketika ia memakan sup-nya, ia pun menangis. Hae Joo sedih melihat ibunya seperti itu.

Ibu berkata kalau kata orang sebuah perkataan itu bisa menjadi kenyataan, “Aku berkata agar ayahmu pergi dan tinggal di dunia yang selanjutnya karena aku akan tinggal disini dan hal itu benar-benar terjadi.” Ibu menangis merasakan dadanya sesak mengingat ucapan buruk untuk suaminya.

Hae Joo ikut menangis dan mencoba menghibur ibunya. Ia mengatakan kalau mereka semua tahu kalau saat itu ibunya hanya sedang marah hingga bicara buruk seperti itu. “Ibu kalau ayah tahu kau berduka seperti ini, hati ayah juga akan terluka.”

Ibu menangis kenapa suamianya pergi secepat ini. Meninggalkan semua anak-anak, kalau mereka semua terusir dari kota ini ia tak tahu kemana lagi akan pergi. “Kenapa kau tak mengajakku pergi juga? Kenapa pergi seorang diri?”
Kemudian terdengar tangis si bayi, Hae Joo meggendongnya. Ia bicara manis pada adik kecilnya, kenapa? Apa kau lapar? Tunggu sebentar ya.... setelah ibu selesai makan dia akan memberimu makan!”
Ibu menangis melihat ketulusan hati Hae Joo.
Presdir Jang sampai di rumah. Ia bertanya pada Il Moon dimana ibu Il Moon. Il Moon memberi tahu kalau ibunya terus-menerus berada di kamar. Il Moon penasaran apa terjadi sesuatu. Presdir Jang tak menjawab ia akan ke kamarnya tapi Il Moon memanggilnya. Il Moon berkata kalau mereka sudah lama tak mengunjungi makam ibunya, apa sekarang mereka juga tidak kesana lagi.
Mendengar itu Presdir Jang marah dan menatap putranya, “Siapa ibumu?” tanya Presdir Jang. Il Moon menunduk. Presdir kembali bertanya kenapa tak menjawab, “Kau memiliki satu ibu di dunia ini. Sekali saja kau menyangkalnya kau bukan lagi anakku.” Il Moon menunduk minta maaf.

Presdir Jang memperingatkan putranya di depan In Hwa ia Il Moon harus menutup mulut dan juga lupakan wanita itu dari pikiran putranya. (Wow ternyata Il Moon tahu kalau Geum Hee itu ibu tirinya)
Presdir Jang ke kamar disana ia melihat istrinya duduk menyendiri dengan suasana kamar yang tak terlalu terang. Ia menyalakan lampu kamar dan bertanya apa yang istrinya lakukan kenapa tak menyalakan lampu. Geum Hee diam saja. Presdir Jang memanggilnya.

Geum Hee memberi tahu kalau tadi Jung Woo datang. Ia bertanya apakah yang dikatakan Jung Woo itu benar. Presdir menyangkal itu tak benar itu hanya salah paham. Pegawainya hanya mencoba menunjukan pengabdian yang berlebihan, ia tak pernah memberikan perintah seperti itu. (bo’ong)

Geum Hee bertanya jadi apa menurut suaminya Jung Woo sudah berbohong padanya. Ia tak menyangka bagaimana bisa suaminya melakukan hal itu. Ia marah, “Dengan mulutmu sendiri, kau bilang Hak Soo lebih berharga dibandingkan saudara kandungmu tapi bagaimana bisa tanah yang Hak Soo berikan pada orang-orang itu, dasar hidup orang-orang itu, bagaimana bisa kau menginjak tanah mereka?” suara Geum Hee meninggi.
Presdir Jang heran kenapa istrinya lebih percaya pada perkataan Jung Woo dibandingkan perkataannya. Geum Hee tetap meninggikan suaranya dan berkata itu karena Jung Woo bukan seorang pembohong dan juga itu karena dia adiknya Hak Soo.

Presdir Jang kesal karena Hak Soo saja yang selalu dipikirkan istrinya. Ia juga tahu kalau Hak Soo itu sangat hebat. Tapi kenapa tak ada orang yang memahami impiannya, “Tak bisakah kau melihatku yang berusaha mati-matian untuk mewujudkan mimpi Hak Soo yang belum selesai?”

Geum Hee berkata kalau Hak Soo tak pernah melakukan hal buruk karena dia tak pernah menyakiti siapapun hanya demi ambisi dan mimpinya. Sedangkan Presdir Jang sudah pernah menyakitinya sekali.
Presdir Jang menahan emosi dirinya dibanding-bandingkan dengan Hak Soo. Ia mengerti dan segera menelepon sekertaris pribadinya. Ia ingin terlihat sebagai seorang pria baik di depan Geum Hee. (eh ternyata namanya sekertaris Choi hehe)

Presdir Jang menyuruh Sekertaris Choi memberikan ganti rugi kepada penduduk desa ilegal sebanyak yang mereka mau. Ia tak peduli apakah itu 3 kali lipat atau bahkan 10 kali lipat yang penting berikan saja biaya kompensasi untuk tanah mereka.
Hae Joo tak bisa tidur ia akan keluar mencari udara segar. Tak sengaja matanya melihat sepatu yang biasa dipakai ayahnya. Ia tersenyum dan mengusap lembut sepatu milik ayahnya. “Ayah...” ucapnya lirih.
Jung Woo datang dan melihat Hae Joo tengah memeluk sepasang sepatu. Ia menyapanya. Hae Joo bertanya kenapa Jung Woo pulang sampai larut malam. Jung Woo berkata kalau ia mendengar berita sampai larut dan ia sangat sibuk.

Jung Woo membawakan makanan untuk Hae Joo. Ia berpesan kalau makanan itu bisa Hae Joo panaskan lebih dulu dan berikan pada ibu Hae Joo untuk dimakan dan ini bisa membantu ibu Hae Joo saat menyusui.  Hae Joo senang menerimanya dan berterima kasih.

Jung Woo heran kenapa Hae Joo tidur di luar. Hae Joo berkata kalau adik bayinya terbangun dan sering menangis jadi ia memutuskan labih baik tidur di luar saja. Tapi Jung Woo mengingatkan meskipun begitu Hae Joo akan basah karena embun pagi hari dan besok juga hujan akan turun. Jung Woo menawarkan apa Hae Joo mau ke rumahnya.
Di rumah Jung Woo, Hae Joo ingin tahu apa yang terjadi dengan orang-orang yang mencoba menghancurkan desa. Jung Woo mengatakan kalau mereka sudah pulang tapi ada kemungkinan kalau mereka akan kembali lagi.

Jung Woo menilai kalau Hae Joo malah lebih menderita, bukankah Hae Joo membantu persalinan. Ia bertanya apa bayi itu sudah diberi nama. Hae Joo menggeleng menjawab belum karena ayahnya tak ada. Ia pun kemudian meminta Jung Woo memberikan adik kecilnya nama.

Jung Woo kaget, aku?
Hae Joo mengiyakan karena Jung Woo ini banyak belajar jadi pasti bisa memberikan nama yang bagus untuk adiknya. Jung Woo bingung dan berfikir nama apa yang bagus untuk adik kecil Hae Joo.

Jung Woo ingin satu keluarga itu anak perempuannya memiliki nama akhirnya ‘Joo’. Hae Joo, Young Joo. Ia pun mengusulkan bagaimana kalau namanya Jin Joo yang artinya mutiara.
Hae Joo senang dan memuji itu nama yang cantik. “Chun Jin Joo, aku menyukainya.” Ia merasa kalau ibu juga akan menyukai nama itu.
Tiba-tiba terdengar suara perut Hae Joo yang berteriak minta diisi (haha laparrrr) Hae Joo merasa tak enak kenapa tiba-tiba perutnya bunyi minta diisi.

Jung Woo tertawa apa Hae Joo lapar, apa belum makan malam. Hae Joo berkata kalau ia sudah makan. Ia juga heran kenapa perutnya begini. Jung Woo meminta Hae Joo menunggu ia akan membuatkan ramen. Hae Joo bilang tak usah tapi Jung Woo bersikeras akan membuatkannya.
Ketika Jung Woo ke dapur, Hae Joo memarahi perutnya kenapa terus-menerus bunyi. “Apa kau tak punya sopan santun?” hehe

Hae Joo melihat buku-buku milik Jung Woo berserakan. Ia pun membereskannya. Tanpa sengaja ia menjatuhkan sesuatu. Sebuah amplop surat. Hae Joo memungutnya dan membaca tulisan di halapan depan amplop, ‘Untuk Yoo Jin dari Ayah’
Jung Woo selesai memasak ramen. Hae Joo langsung makan lahap. Jung Woo memandang senang Hae Joo makan dengan lahap bahkan Hae Joo pun menghabiskan kuah ramen dari pancinya langsung hahaha.
Jung Woo tak menyangka seharusnya ia membuatkan ramen lebih banyak lagi. Hae Joo tersadar kalau ia sudah keterlaluan makannya hehe dan berkata tidak usah karena ia sudah kenyang. “Lihat perutku sudah seperti kecebong.” Keduanya tertawa.
Hae Joo penasaran dan memberanikan diri bertanya siapa Yoo Jin. Jung Woo langsung terdiam. Hae Joo bilang kalau ia tak bermaksud melihat surat itu tapi ia menemukanya di lantai. Kata Hae Joo menyerahkan surat yang ia temukan tadi.

Jung Woo bertanya apa Hae Joo juga melihat isi suratnya. Hae Joo berkata tidak, bagaimana mungkin ia membaca surat orang. Jung Woo membuka isi amplop dan mengambil suratnya. Hae Joo penasaran dan melirik sedikit.

Jung Woo menawarkan apa Hae Joo ingin membacanya. Hae Joo penasaran surat siapa ini. Jung Woo menjawab kalau ini surat dari kakaknya ketika keponakannya lahir. Hae Joo mengerti karena ia berfikir kalau Jung Woo sudah punya anak, ia pun bertanya apa benar ia boleh membaca suratnya. Jung Woo memberikan surat itu pada Hae Joo.
Yoo Jin, hari ini adalah hari yang paling bahagia dalam hidup ayah. Di hari kau lahir, ibumu dan aku menangis tak henti-hentinya. Pertama kalinya dalam tujuh tahun, keluarga kita bertambah satu. Yoo Jin, kau akan tumbuh menjadi wanita paling cantik di seluruh dunia. Aku akan mencoba membesarkanmu layaknya ratu yang penuh cahaya. Layaknya bunga mawar yang merekah di bulan Mei, bulan dimana kau lahir. Meski dunia penuh bahaya, kau akan tumbuh sangat cantik dan bercahaya seperti bunga mawar....

(Berhubung saya juga Mei, maka saya akan menganggap surat ini juga untuk saya)

Tanpa terasa air mata Hae Joo menetes membaca surat itu. Ia mengusap air matanya dan mengembalikan surat itu pada Jung Woo, ia tak bisa meneruskan membacanya. Jung Woo bertanya kenapa. Hae Joo mengatakan kalau hatinya terasa sakit ketika membaca surat itu karena ini sangat menyedihkan.
Jung Woo mengerti apa Hae Joo teringat ayah Hae Joo. Hae Joo mengangguk sedih. Jung Woo minta maaf ia seharusnya tidak memperlihatkan surat ini pada Hae Joo.

Jung Woo memeluk dan menghibur Hae Joo yang sedih teringat ayahnya yang sudah tiada. Hae Joo menangis, “Paman, aku sebenanrnya lapar. Aku kelaparan, tapi kakak dan Young Joo perlu makan dan ibu juga perlu makan supaya dia bisa sehat kembali.”

Jung Woo mengerti, ia seharusnya menjaga Hae Joo. Sekali lagi ia minta maaf.
Tiba-tiba Bong Hee datang dan melihat Jung Woo tengah memeluk menghibur Hae Joo yang sedang menangis. Ia kaget dan bertanya sedang apa mereka berdua. Kenapa Hae Joo menangis.

Jung Woo mengusap air mata Hae Joo dan berkata kalau Hae Joo baik-baik saja. Ia bertanya kenapa Bong Hee datang.
Bong Hee tersenyum senang dan berkata kalau ia menemui kakaknya dan semuanya berjalan lancar. Kakak iparnya akan memberikan kompensasi pada semua orang di desa bahkan melebihi dari harga pasaran saat ini.
Jung Woo dan Hae Joo terkejut tak percaya. Bong Hee meyakinkan kalau ia selalu bicara tentang kebenaran. Hae Joo tersenyum senang ia akan mendapatkan biaya ganti rugi atas penggusuran rumah.
Seluruh warga berkumpul untuk menerima biaya kompensasi atas penggusuran rumah. Mereka tentu saja senang mendapatkan ganti rugi yang besar.
Jung Woo dan Bong Hee melihat dari jauh. Bong Hee memuji bukankah ia keren. Jung Woo diam dan pergi dari sana, Bong Hee mengikutinya.

Hae Joo dan ibunya melihat salah satu warga mendapatkan uang ganti rugi yang banyak. Paman itu berterima kasih karena mendapatkan ganti rugi yang sepadan.
Kini giliran ibu dan Hae Joo yang maju ke petugas. Ibu menunjukan KTP-nya. Petugas membaca nama ibu, “Nyonya Jo Dal Soon, kau istri Chun Hong Chul kan?” Ibu membenarkan dan mengatakan kalau suaminya belum lama meninggal karena kecelakaan.
Petugas mengatakan kalau ibu tak bisa menerima biaya ganti rugi karena baru hidup di lingkungan ini selama sebulan.

Hae Joo protes kenapa keluaragnya tidak dapat. Petugas bilang kalau secara hukum, keluarga Hae Joo hanya akan diberi biaya ganti rugi kalau sudah tinggal di daerah ini selama lebih dari 20 tahun.

Ibu jelas tak terima alasan apa itu, kalau tinggal disini seharusnya ia dapat ganti rugi tak masalah tinggal selama satu bulan atau seratus tahun.

Petugas itu menegaskan kalau itulah yang tertulis di hukum. Ia menyuruh ibu Hae Joo segera pergi karena ia sangat sibuk dan menyuruh antrian selanjutnya untuk maju. Ibu sedih tak tahu harus bagaimana, tak tahu kemana lagi mereka akan tinggal dan berteduh karena uang ganti rugi pun tak mereka dapatkan.
Jung Woo dan Bong Hee sampai di depan rumah Jung Woo. keduanya terkejut melihat rumah Jung Woo dirobohkan.

Jung Woo akan maju tapi beberapa petugas menahannya, Jung Woo berteriak marah, apa yang sudah mereka lakukan terhadap rumahnya. Petugas menyuruh Jung Woo tutup mulut dan berkata kalau Jung Woo ini tidak termasuk dalam kualifikasi warga yang mendapatkan kompensasi.
Ok Jung Woo pun tak peduli kalau rumahnya akan dirobohkan tapi buku-buku miliknya masih ada di dalam. Ia meminta waktu untuk mengambil buku-bukunya.

2 orang pihak berwajib menemui Jung Woo, “Apakah anda Yoon Jung Woo, anda ditahan karena sebagai provokator keributan.” Jung Woo pun diborgol.

Bong Hee tak mengerti kenapa jadi begini, kejahatan apa yang sudah dilakukan Jung Woo. 2 polisi itu membawa Jung Woo.
Jung Woo berteriak berpesan pada Bong Hee agar mengambil kembali lahannya dan juga ia minta tolong agar Bong Hee menjaga keluarga Hae Joo karena menurutnya keluarga itu juga tidak akan mendapatkan biaya kompensasi.
Dan rumah Jung Woo pun rata dengan tanah....
Keluarga Chun terkatung-katung di jalanan. Ibu menggendong Jin Joo. Hae Joo menarik gerobak yang isinya barang bawaan mereka. Sang Tae membantu mendorong gerobaknya. Young Joo duduk di gerobak.

Sang Tae bertanya pada ibunya kemanakah tujuan mereka. Ibu bilang kalau ia juga tak tahu kemana mereka akan pergi. Sanga Tae tak mengerti bagaimana bisa mereka hanya pergi bahkan tak punya rencana apapun. Ibu berkata kalau mereka hanya perlu pergi dari lingkungan desa ini. Desa yang sudah merenggut nyawa ayah mereka. Yang penting sekarang mereka berlima masih hidup.
Tiba-tiba hujan turun deras, mereka langsung menggelar selimut dan berlindung di bawahnya. Jin Joo menangis keras. Young Joo pun demikian, ia hanya bisa menangis karena tubuhnya basah kuyup.
Mereka berlima berteduh di bawah jembatan dekat sungai. Young Joo terus menangis dan mengatakan kalau ia lapar. Sang Tae juga kelaparan, ia hampir pingsan karena belum sarapan tadi pagi. Hae Joo meminta kakak dan adiknya menahan sebentar ia akan membuatkan makanan. Ia melihat kalau hujan begitu deras.
Hae Joo pun membuat makanan seadanya. Sang Tae n Young Joo udah ngiler nih pengen cepat makan. Tapi nasi yang dibuat belum matang.

Makanan yang mereka buat belum matang tapi kayu bakarnya tak cukup. Hae Joo menyuruh kakaknya pergi mengambil kayu bakar. Sang Tae berkata dimana ia bisa menemukan kayu bakar disaat hujan deras begini. Hae Joo mengerti ia akan mencari ia meminta kakaknya menunggu disini sambil memastikan apinya tidak mati.
Sang Tae mengerti ia mengaduk-aduk nasinya. Karena saking laparnya, Sang Tae mencoba mencicipi nasi yang belum matang itu. Tapi bukankah nasinya masih diatas api yang menyala. Bisa dibayangkan bagaimana rasanya kalau kita memakan nasi yang baru diambil dari atas api. Panas.

Merasakan mulutnya terbakar Sang Tae tanpa sengata melempar sendok nasinya. Ia pun terjengkang dan tak sengaja menumpahkan nasi yang ada di panci.
Ibu mengumpat marah, apa yang Sang Tae lakukan. Hae Joo yang belum pergi akan mengambil panci-nya, tapi panas. Ia memarahi kakaknya, kenapa menumpahkan makananya.
Young Joo menangis keras karena makanan terakhir mereka tak akan bisa mereka makan. Apalagi mereka sekarang sudah kelaparan. Melihat adiknya menangis Sang Tae pun ikutan menangis. Hae Joo meminta kedua saudaranya jangan menangis karena mereka bisa membuatnya lagi.
Mata Hae joo ikut berkaca-kaca, meminta mereka jangan memangis. Ibu pun demikian, ia menangisi nasib keluarganya yang sengsara tak punya tempat tinggal dan tak punya makanan untuk bertahan hidup.

“Ibu kenapa kau juga ikut menangis?” kata Hae Joo ikut menitikan air matanya sedih melihat keluarganya kelaparan.

May Queen Episode 8 >

3 comments:

  1. Minta infonya dong, dmn ngedownload gratis episode 7-16nya. Trims.

    ReplyDelete
    Replies
    1. bisa ke doramax264, IDWS, medium quality atau mini drama portal.

      Delete
  2. sang tae ini anak tertua tapi ga berguna

    ReplyDelete

Terima kasih sudah menjadi reader blog ini...
Jika ingin men-share link silakan...
Tidak perlu bertanya kapan episode selanjutnya, kalau memang sudah selesai pasti akan langsung diupdate...
DAN MOHON UNTUK TIDAK MENG-COPYPASTE SINOPSIS DARI BLOG INI...

Sapaan di Tahun 2018

Assalamu'alaikum kawan, apa kabarnya? Buat teman-teman muslim Selamat Menjalankan Ibadah Puasa.